Kota Probolinggo (Humas) — Pengembangan dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) diartikan sebagai kegiatan menghasilkan kurikulum PAI, proses yang mengkaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik, dan kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI. Hal ini diungkapkan Mad Sodiq Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam Kantoir Kemenag Kota Problinggo, saat menyampaikan laporannya pada Giat Pengembangan Kurikulum dan Pembelajan PAI, di aula kantor setempat pada Selasa (16/05/2023).
GPAI di kota Probolinggo tercata lebih dari 200 orang, akan tetapi yang tercover pada Aplikasi Siaga hanya 169 orang saja, ungkap Mad Shodiq.
Sementara Kepala Kankemenag Kota Probolinggo H. Fausi menyampaikan bahwa GPAI pada jenjang TK/SD/SMP/SMA/SMK sebagai ujung tombak pembelajaran agama, maka dalam mengajar harus mempunyai acuan yang jelas.
“Kementerian Agama sangat mendukung kurikulum merdeka yang disusun oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, namun ada dua pembelajaran yang dikembangkan oleh Kemenag sebagai pengendali dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 347 TAHUN 2022 Tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Merdeka Pada Madrasah terkait dengan pembelajaran PAI dan Bahasa Arab,” ungkapnya
Hal ini dikarenakan untuk PAI butuh sanad (sandaran) yang jelas, jangan sampai apa yang beredar di internet dijadikan acuan, dan di Indonesia umumnya menggunakan 4 madhab.
“Bahasa arab tidak bisa diartikan dengan seenaknya tanpa mengetahui ilmu nahwu dan shorof. iImu nahwu adalah kaidah yang menentukan baris atau harakat suatu kata didalam sebuah kalimat. Sedangkan ilmu shorof adalah kaidah yang menentukan bentuk perubahan suatu kata berdasarkan timbangan atau wazan yang sudah ada,” maka harus tegas, dan inilah yang menjadi acuan bagi guru PAI dan Bahasa Arab, jelas Fausi
Lebih lanju Fausi berharap, para GPAI terutama pada jenjang SMA/SMK, dapat menjadi mitra strategis dalam pengarusutamaan Moderasi Beragama di sekolah. Guru PAI SMA/SMK dapat membuat serangkaian program aksi yang metodenya disesuaikan dengan objek sasaran yang dihadapi. Program Penguatan Moderasi Beragama yang dilaksanakan di sekolah tentunya harus memperhatikan beragam karakteristik yang melekat pada segenap civitas sekolah.
“Kita kenal ada generasi baby boomer, generasi X, generasi milenial, dan sekarang masuk pada generasi Z. Setiap generasi memiliki trennya sendiri-sendiri. Program aksi penguatan Moderasi Beragama di sekolah harus punya inovasi agar pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh masing-masing generasi tersebut,” ungkapnya
GPAI bisa membawa misi moderasi dengan RPPnya masing-masing, diantaranya; 1. Komitmen kebangsaan harga mati. yang ditanamkan kepada anak didik dengan metode yang disesuaikan; 2. toleran memberi kesempatan yang sama kepada orang lain yang berbeda, yang terpenting tidak saling mengganggu; 3. anti kekerasan secara fisik ataupun verbal. dan punya perhatian; 4. Akumodatif terhadap budaya lokal dan GPAI harus punya responsibilities yang tinggi,
Pesan akhir yang disampaikan pria yang juga pengusaha mebeler mengitkan “memasuki tahun politik, mohon kepada guru agama yang notabene juga tokok agama di lingkungannya untuk menghindarkan tempat ibadah digunakan sebagai kegiatan politik raktis, tegasnya. (Rief)
Editor : Ansori