21.2 C
Indonesia
Jumat, Mei 16, 2025

SEKILAS SEJARAH PERHAJIAN INDONESIA


Ibadah Haji Haji bagi ummat Islam adalah salah satu rangakainan Rukun Islam yang ke-5 serta menjadi impian dan tujuan bagi seluruh kaum muslimin dan muslimat di seluruh dunia tak terkecuali di Indonesia. Mengenai lika-liku sejarah penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia bisa dikatakan sngat  panjang dengan berbagai macam problematika dan kekuatan sosial kultural yang melekat kuat pada masyarakat Indonesia. Berikut ini merupakan sekelumit paparan yang mendeskripsikan tentang bagaimana sejarah perhajian di Indonesia.
Ummat Islam Indonesia pada zaman dahulu menunaikan ibadah haji dengan menggunakan kapal layer yang memakan waktu berbulan-bulan, bahkan sampai dua tahun. Tidak dikoordinir dan diorganisir tetapi secara sendiri-sendiri. Kemudian pada zaman penjajahan Belanda dikeluarkan berbagai peraturan haji, antara lain Ordonasi Tahun 1825.
Pada tahun 1912 Perserikatan Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan mendirikan Bagian Penolong Haji yang diketuai oleh KH. M. Sudjak, dan inilah merupakan perintis dan mengilhami adanya Direktorat Urusan Haji. Pada Tahun 1922 Volksraad mengadakan perubahan dalam ordinasi haji yang dikenal dengan Pilgrim Ordinasi 1922 yang menyebutkan bahwa bangsa pribumi dapat mengusahakan pengakutan calon haji.
Bagi umat Islam Indonesia, haji ini telah mendapatkan perhatian khusus baik pada zaman kolonial maupun setelah kemerdekaan. Dan bangsa Indonesia walaupun dalam keadaan dijajah oleh Belanda, umat Islam dengan berbagai kesulitan, hambatan dan dieksploitasi, perjalanannya yang sangat jauh, memerlukan waktu cukup lama, tidak mulus dan berbahaya yang selalu mengancam nyawa karena sarana angkutan perahu atau kapal yang digunakan tidak memenuhi standar dan sering berganti, medannya tidak pernah dilalui dan hambatan lainnya tidak menjadi penghalan dan mengendorkan semangat mereka. Mereka siap menerima apa saja yang terjadi sekalipun nyawa harus melayang asalkan ibadah haji dapat dilaksanakan.
Kekosongan jemaah haji Indonesia tahun 1945-1949
Terjadi kekosongan jemaah haji dari Indonesia dalam beberapa tahun setelah kemerdekaan tersebut karena :
1. Kondisi ekonomi bangsa dan rakyat Indonesia dalam keadaan tidak berdaya sama sekali.
Ketidakberdayaan ekonomi ini oleh Anthony J.S. Reid dikemukakan dengan menyatakan bahwa :
Tahun terakhir pendudukan Jepan membuat penderitaan yang belum pernah dialami sebelumnya oleh mayoritas orang Indonesia. Pengapalan bahan makanan tidak mungkin, bahan-bahan pokok seperti kain hampir tidak dapat diperoleh, inflasi tidak terkendalikan, setiap Kabupaten diharapkan memenuhi kebutuhannya sendiri di samping kebutuhan tentara Jepang yang mulai menimbun suplai untuk siap menghadapi serangan balasan dan mengancam panen padi pada tahun 1944 sangat banyak. Di banyak daerah penyitaan padi oleh pihak Jepang berarti bahwa penduduk bukan lagi hanya kurang pangan melainkan bencana kelaparan.
Ketidakberdayaan ekonomi Indonesia ini dilukiskan oleh Anthony J.S. Reid berdasarkan suatu laporan resmi keadaan di Jawa pada bulan Januari 1945 dengan mengemukakan :
Kekurangan gizi telah menyebabkan suatu kemunduran serius dalam kesehatan rakyat, dipercepat oleh tidak ada obat-obatan dan pakaian. Para Romusha yang pulang, biasanya membawa pulang ke desa mereka dengan segala macam infeksi dan penyakit-penyakit kulit. Pada umumnya angka kematian melampaui angka kelahiran.
Anthony J.S. Reid lebih lanjut mengatakan sebagai berikut :
Bagaimana sakit dan hancurnya ekonomi rakyat, akibat penjajahan Belanda dan Jepang terhadap bangsa Indonesia. Kemelaratan ekonomi telah melebur sehingga tercipta suatu suasana seribut tahun dan putus asa yang sulit dihadapi hanya dengan diplomasi.
Sejalan dengan Anthony J.S. Reid, oleh Syahrir mengatakan sebagai berikut :
Bila saya mengingat kembali masa pendudukan Jepang jelas sekali terlihat seluruh masyarakat Indonesia waktu itu porak-poranda, baik secara spiritual maupun material, terputus dari semua ikatannya.
Ditambah oleh Syahrir dengan mengisahkan bagaimana tahap akhir dari pendudukan Jepang sangatlah dramatis dengan mengatakan :
Dibawah pendudukan J
epang rakyat harus mengalami penderitaan yang belum pernahmereka rasakan. Kekurangan dan penderitaan semakin meningkat di daerah pedesaan, sehingga karena putus asa semakin banyak timbul perlawanan.
Dalam tahun terakhir masa pendudukan, pemberontakan telah meluas. Situasi semakin revolusioner dengan berlalunya waktu. Dimana saja timbul kekerasan, puluhan ribu orang masuk penjara. Gangguan keamanan dan pemberontakan semakin menjadi-jadi. Bahkan tentara Indonesia yang dilatih Jepang mulai memberontak.
2. Sebagaimana suatu bangsa yang baru merdeka negara dalam penataan.
Struktur negara, hukum, sosial ekonomi, politik dan budaya yang dirusak oleh Hindia Belanda dan Jepang. Belanda datang lagi ke Indonesia untuk menjajah kembali dan mengambil alih kekuasaannya yang hilang dengan melakukan tindakan agresi yang terkenal dengan agresi Belanda pertama dan kedua dan tipu muslihat lainnya untuk meruntuhkan kekuasaan RI yang baru merdeka sebagaimana dikemukan oleh Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim sebagai berikut :
Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik ini belum mempunyai undang-undang dasar. Baru sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) disahkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Indonesia.
Perjalanan Negara Republik Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan kembali berkuasa di Indonesia. Ternyata mengembalikan Hindia Belanda seperti Negara Sumatera timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, dan sebagainya. Taktik Belanda dengan adanya negara-negara itu akan meruntuhkan kekuasaan Republik Indonesia.
3. Bangsa Indonesia dihadapkan kepada perang kemerdekaan
yaitu agersi Belanda pertama pada tahun 1947 dan kemudian pada tahun 1948. Disamping itu, suatu fatwa ulama yang tersiar haram hukumnya meninggalkan tanah air dan tidak wajib pergi haji dalam keadaan melakukan perang melawan penjajahan bangsa dan agama.
Penghentian ibadah haji di masa perang berdasarkan fatwa Masyumi yang dipimpin oleh KH. Hasjim Asj’ari, bahwa ibadah haji dimasa perang tidaklah wajib, fatwa tersebut kemudian dituangkan dalam Maklumat Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1947, yang menyatakan ibadah haji dihentikan selama dalam keadaan genting.
Departemen agama dibawah pimpinan Menteri Agama, KH. Masjkur mengambil kebijakan, mengirim missi haji I ke Tanah Suci di bawah pimpinan KH. Moh. Adnan dengan anggotanya antara lain; TM. Ismail Banda, H. Saleh Suady, TH. Syamsir St. R. Ameh sebagai perutusan Pemerintah Republik Indonesia yang bertugas menjelaskan situasi dalam negeri dan dapat sambutan hangat dari Raja Arab Saudi. Demikian pula dalam kesempatan itu, missi haji Indonesia (antara lain TM. Ismail Banda) melalui pers Arab Saudi memperkenalkan perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan kolonial Belanda. Pada saat itu konsulat Belanda di Arab Saudi juga mengirim missi haji, tetapi dengan kedatangan missi haji dari Indonesia yang dipimpin KH. M. Adnan ini, missi haji versi Belanda tidak mendapat perhatian dari pemerintah Arab Saudi. Dan hasil positif dari diplomasi haji Indonesia ini yaitu mendekatkan negara-negara Arab dan dunia Islam kepada perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Yang secara politis menggugah simpati negara-negara Islam, sehingga baik defacto maupun dejure, mereka mengakui kedaulatan Republik Indonesia.
Penyelenggaraan haji setelah Indonesia merdeka tahun 1945
Penyelenggaraan haji mulai setelah Indonesia merdeka tahun 1945 ialah pada tahun 1959/1950.
Penyelenggaraan haji Indonesia pada masa-masa permulaan dilaksanakan secara bersama-sama Departemen Agama, Yayasan Perjalanan Haji Indonesia (YPHI) dan badan-badan lainnya karena sebagai bangsa yang baru merdeka memerlukan seluruh potensi yang ada sesuai fungsi dan kedudukan masing-masing pemerintah sebagai penyelenggara dan PHI sebagai pelaksana di lapangan.
Penyelenggaraan haji Indonesia pada masa-masa permulaan kurang menguntungkan karena pada waktu itu negara dalam masa-masa peralihan dan belum berpengalaman. Penyelenggaraan masih meraba-raba dipengaruhi oleh badal-badal syekh, broker atau tengkulak haji, bermunculan usaha-usaha perorangan dan panitia-panitia penyokong haji yang banyak melibatkan pihak-pihak swasta dam jasa haji.
Panitia-panitia penyokong haji swasta ini tidak mempunya rasa tanggungjawab, mereka cenderung mencari keuntungan semata. Mereka mempengaruhi calon jemaah haji dengan prosedur yang mudah dan pelayanan yang rama ternyata tidak memenuhi ketentuan sesuai dengan izin yang diberikan pemerintah sehingga di lapangan banyak terjadi penipuan, kesulitan teknis, adiministrasi dan tidak seperti yang dipropagandakan dan dijanjikan. Akhirnya menimbulkan kekecewaan, kesulitan, kericuhan yang berkepanjangan dan tidak berjalan seperti yang diharapkan.
Dalam perhajian Indonesia, bahwa swasta memegang peranan penting dalam perhajian Indonesia dapat dilihat sebagai berikut :

1. Yayasan Penyelenggaraan Haji Indonesia (PHI)
Pada tanggal 21 Januari 1950, Yayasan PHI terbentuk dengan susunan pengurusnya; sebagai Ketua KH. M. Sudjak, Wakil Ketua KH. Wahab Hasbullah, Penulis Muhammad Saubani, Bendahara Abd. Manaf dan pembantu Ki. Bagus Hadikusumo, R. Muljadi Djojomartono dan KH. M. Dachlan.
PHI sebagai produk dari kesatuan pendapat umat Islam dari berbagai golongan dan aliran, maka pengurusnya adalah juga terdiri dari pemuka-pemuka Islam dari berbagai golongan dan kedudukannya di masyarakat benar-benar mendapat sambutan hangat segenap umat Islam.
Menteri Agama mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa satu-satunya badan yang ditunjuk secara resmi untuk menyelenggarakan perjalanan haji adalah PHI dengan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 3170 tanggal 6 Februari 1950 dan Surat Edaran Menteri Agama di Yogyakarta Nomor A.III/648 tanggal 9 Februari 1959.
2. PT. Arafat
Sebagai upaya mengatasi kesulitan pengangkutan jemaah Haji (laut) dari Indonesia, maka pada tahun 1965 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 122 Tahun 1964 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji.
Adapun langkah untuk merealisasikan Keppres tersebut antara lain dengan mendirikan PT. Arafat pada tanggal 1 Desember 1964 yang bergerak di bidang pelayaran dan khsus melayani perjalanan haji (laut).
PT. Arafat didirikan berdasarkan Akta Notaris tanggal 1 Desember 1964 Nomor 212, kemudian diubah dengan Akta Notaris Tanggal 19 Februari 1946. Keduanya dibuat dihadapan Notaris Soeleman Ardjasasmita di Jakarta. Akta Notaris tersebut disahkan dengan Surat Penetapan Menteri Kehakiman Nomor JA.5/20/22 tanggal 24 Februari 1964 dan didaftarkan pada kantor Panitera Pengadilan Negeri Istimewa di Jakarta Nomor 524 tanggal 9 Maret 1965. Dan pengesahan tersebut telah diumumkan dalam Berita Negara RI Nomor 64 tanggal 10 Agustus 1965, tambahan nomor 139.
Penyelenggaraan haji di tangani pemerintah.
Penyelenggaraan haji ditangani oleh pemerintah sejak tahun 1969. Hal ini disebabkan karena banyaknya calon jemaah haji yang gagal diberangkatkan oleh orang-orang atau badan-badan swasta, bahkan calon-calon yang mengadakan kegiatan usaha penyelenggaraan perjalanan haji, sehingga menimbulkan banyak protes kepada pemerintah c.q. Departemen Agama. Maka dengan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan mengambil alih semua proses penyelenggaraan perjalanan haji oleh pemerintah.

Dengan keputusan ini, pemerintah mengharuskan setiap warga negara Indonesia yang akan menunaikan ibadah haji, agar melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah. (ali)


sumber : http://haji.kemenag.go.id

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
spot_img

Latest Articles